Foto Presiden Eksekutif United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Manase Tabuni (kiri) bersama Sekretaris Eksekutif ULMWP, Markus Haluk (kanan) memberikan keterangan terkait kondisi di Tanah Papua Tahun 2023

Totio, THETPN-PBNEWS.COM –Kepemimpinan baru United Liberation Movement for West Papua ULMWP yang di tetapkan 3 September 2023 di Vanuatu, komitmen untuk menyorot yang terjadi di papua barat, akibat dari pendudukan indonesia.

Berbagai laporan, di terbitkan NGO maupun CSO, menunjuk-kan indikasi masalah yang berlangsung di Papua Barat itu mengarah pada proses genosida secara perlahan namun pasti akan terjadi

Pernyataan di sampaikan oleh Presiden United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP Manase Tabuni pada Senin, ( 09/10/2023) kepada media awek Thetpn-pbnews.com Vull Members Alampa.

Presiden ULMWP Manase Tabuni di katakan, telah terjadi kekerasan oleh aparat bersenjata di Indonesia terhadap warga sipil dogiyai, Fak-Fak, Yahukimo, Ndugama, dan Pegunungan Bintang

” tindakan aparat keamanan ini melakukan kekerasan terhadap 13 warga sipil tewas , 7 orang mengalami luka- luka, 16 orang di tangkap, 1 orang dianiaya, dan 674 Warga Sipil telah Mengungsi di hutang.

Manase Tabuni sebagai Presiden ULMWP menyatakan, ” kami Orang Papua tidak memiliki masa depan bersama Indonesia. Banyak orang yang telah terjadi korban, sumber Daya Alam pun di rampas oleh Indonesia, Tanah Adat kami di rampas sehingga orang papua tidak memiliki ruang hidup, maka saat ini telah berjuang untuk menentukan nasip sendiri bagi bangsa west papua untuk memisahkan dari negara kesatuan Republik Indonesia ,”

Tabuni mengatakan, data yang di publikasikan tentang buruk ini yang di hadapi oleh orang papua saat ini.

Selain itu, Indonesia telah menetapkan 47,261 personil militer di papua. Dimana sekitar 24 ribu telah di mobilisasi ke titik konflik yang masi bergejolak selama periode konflik sebanyak 67 Warga Sipil telah mengungsi meninggalkan kampung halaman.

Di tempat yang sama, Sekretaris Eksekutif ULMWP Markus Haluk mengatakan, pembangunan yang gencar dilakukan Pemerintah Indonesia tidak membawa dampak terhadap kesejahteraan hidup Orang Asli Papua. Menurut Haluk, pembangunan yang dilakukan Indonesia merupakan politik pencitraan.

“[Misalnya pembangunan] Jembatan Merah, Anda bisa lihat seratusan lebih kelompok penjual buah-buahan berjualan di pertigaan Koya. Dulu mereka sebagian jual di Kampung Bugis. Tetapi begitu jalan dan Jembatan Merah di buka, mereka semua pindah ke situ. Jadi jalan dan jembatan itu dibangun untuk siapa?” Haluk bertanya.

Haluk mengatakan ULMWP menyerukan agar Pemerintah Indonesia mengundang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) melakukan kunjungan ke Papua. Haluk mengatakan hal itu merupakan janji Presiden Jokowi kepada Pelapor Khusus Dewan HAM PBB pada Februari 2018.

“Itu juga sejalan dengan tuntutan berbagai negara dan pemimpin dunia. Secara kontinyu sejak 2015 ada 16 negara anggota PIF, 79 negara anggota ACP di Naerobi Kenya pada Desember 2019 dan debat dalam Sidang Umum PBB pada delapan tahun terakhir, supaya pemerintah Indonesia memberikan akses kunjungan Dewan HAM PBB ke Tanah Papua,”ujarnya.

ULMWP juga mengutuk keras semua tindakan kejahatan kemanusian dan perampasan Sumber Daya Alam yang dilakukan Pemerintah Indonesia kepada bangsa Papua selama kurung waktu 60 tahun pendudukan Indonesia di Tanah Papua.

Presiden United Liberation Movement for West Papua ULMWP Manase Tabuni mengingatkan rakyat Papua untuk senantiasa menjaga tanah dan tidak diperjualbelikan kepada pihak luar. “Tanah merupakan aset berharga yang diberikan Tuhan dan diwariskan leluhur,” tutupnya”.

Redaksi: Gen-RR Vull Members Alampa melaporkan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here