Peta Ilustrasi disediakan google.com[Pribumi Papua semakin mengerti status wilayah mereka]
Penulis adalah Aktivis Pemerhati Masalah Papua Barat Oleh : Kristian Griapon, Januari 11, 2022
TOTIO TPN-PBNEWS.COM–Wilayah Dependensi adalah wilayah yang oleh karena suatu hal tidak dapat meraih kemerdekaan atau kedaulatan seperti layaknya sebuah negara. Suatu wilayah dependensi dapat digolongkan dari segi jenis dan ketingkatan.
Wilayah dependensi berbeda dengan entitas subnasional suatu negara karena keduanya mewakili golongan pemisahan yang berlainan (berbeda). Suatu entitas subnasional biasanya mewakili pembagian wilayah negara, sedangkan wilayah dependensi merupakan wilayah di luar dari teritorial sebuah negara dengan status otonomi yang lebih besar.
Wilayah yang secara terpisah itu (wilayah depedensi) dinamakan atau disebut belum merdeka, adalah wilayah yang dipertentangkan (dipersengketakan), dijajah, mempunyai pemerintah dalam pengasingan atau memiliki gerakan kemerdekaan yang berpengaruh kuat.
New Guinea Barat yang disebut Papua Barat, menjadi wilayah depedensi berkaitan langsung dengan kecurangan dalam pelaksanaan Act of Free Choice yang diadakan oleh Indonesia pada tanggal 14 Juli–2 Agustus 1969. Kecurangan yang dipertentangkan hingga kini menjadi sengketa wilayah geografis adalah Act of Free Choice yang disebut PEPERA oleh Indonesia, dilaksanakan tidak demokratis, atau dengan kata lain bertentangan dengan praktek internasional, yakni satu orang satu suara, namun yang terjadi 1025 orang mewakili lebih dari 800.000 orang asli Papua yang mempunyai hak suara dalam pemilihan bebas menentukan masa depan wilayah mereka Papua Barat.
Jika diamati dari sudut pandang politik internasional, Papua Barat adalah Area Protektorat Internasional berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 1752 (XVII) 21 September 1962, tentang transfer kekuasaan non kedaulatan dari Belanda ke Indonesia melalui pengawasan PBB (UNTEA) dan Indonesia adalah negara anggota PBB yang hingga kini menjalankan fungsi PBB berdasarkan kelanjutan Resolusi PBB 1752 (XVII) yang implementasinya (tatalaksana) melalui Resolusi 2504 (XXIV) 19 November 1969, tentang Pembangunan Sosial-Ekonomi di Wilayah Geografis Papua Barat. Sehingga Status Wilayah Geografis Papua Barat tidak bisa disamakan dengan entitas subnasional yang meliputi provinsi, kabupaten, kota madya, kecamatan dan desa yang adalah alat kelengkapan tatalaksana administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Papua Barat Wilayah Depedensi diluar Entitas Subnasional Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga administrasi pelaksanaan kekusaan negara atas wilayah Geografis Papua Barat bersifat kontrol (protektorat) melalui status daerah otonomi yang benar, sesuai dengan standar politik internasional.
Dalam psikologi pengembangan dan filsafat moral, politik dan bioetika, otonomi adalah kapasitas untuk membuat keputusan tanpa diganggu gugat. Organisasi atau institusi otonomi bersifat independen atau memerintah sendiri. Otonomi juga dapat diartikan dari sudut pandang sumber daya manusia, dimana istilah tersebut memiliki arti tingkat gak (yang relatif tinggi) yang dimiliki karyawan dalam pekerjaannya.
Otonomi Khusus yang diberlakukan untuk wilayah geografis Papua Barat adalah bentuk kamuplase (tameng) politik kekuasaan Jakarta untuk mengelabui sorotan masyarakat internasional terhadap kewajiban konstitusional internasional yang tertuang dalam poin dua (2) Resolusi PBB 2504 (XXIV) tertanggal, 19 November 1969, tentang Pembangunan Sosial-Ekonomi di Wilayah Geografis Papua Barat yang menjadi tanggung jawab Negara Republik Indonesia.
Sejak tahun 1970 Papua Barat menjadi wilayah depedensi tertutup dibawah kontrol ketat militer Indonesia, dimana Pribumi Papua mempersengketakan hasil PEPERA 1969 yang dicurangi oleh Pemerintah Republik Indonesia, sebagai penanggung jawab pelaksanaan PEPERA 1969 yang dimandatkan oleh PBB.
Terbentuk Pemerintahan Revolusioner Papua Barat pada tahun 1971 dibawah komando Seth Jafeth Rumkorem dan Yacob Hendrik Prai, menjadi simbol perlawanan bersenjata didalam negeri, yang selanjutnya digiatkan dibawah komando TPNPB hingga terbentuknya ULMWP pada tahun 2014, sebagai symbol perlawanan politik di dunia internasional.
Perlawanan untuk mendapatkan kembali hak kemerdekaan bangsa Papua Barat yang telah di rampas oleh Kekuasaan Negara Republik Indonesia melalui PEPERA tahun 1969 semakin kuat dan mendapat pengakuan masyarakat pasifik, serta bersamaan dengan itu, Status Wilayah Depedensi Papua Barat semakin jelas di dunia internasional, Hal tersebut ditandai oleh perlawanan pribumi Papua yang semakin kuat dan meningkat dari generasi ke generasi serta menyebar luas di seluruh wilayah geografis Papua Barat, bahkan telah menembus dunia internasional,
Yang perlu dicatat, bahwa status Papua Barat hingga saat ini tidak terintegrasi kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, berdasarkan faktor dejure dan faktor defacto:
Faktor Dejure
1) New York Agreement 15 Agustus 1962 mengakui serta meberi ruang hak penentuan nasib sendiri bagi Pribumi Papua berdasarkan standar hukum internasional melalui praktek intarnasional, yakni satu orang satu suara,
2) Papua Barat telah diberlakukan Otonomi Khusus, itu artinya wilayah geografis yang statusnya diluar teritorial kedaulatan negara, sehingga menjadi daerah protektorat berdasarkan perjanjian atau undang-undang tersendiri yang diberlakukan.
Faktor Defacto
1) Hak fundamental (Hak Eksklusif) Komunal Pribumi Papua untuk menentukan nasib sendiri tidak dapat dicabut atau digugurkan oleh siapapun dengan alasan apapun.
2).Telah terjadi perlawanan yang menyeluruh dan meningkat di seluruh wilayah geografis Papua Barat dan telah menembus dunia internasional atas pendudukan Indonesia di wilayah geografis Papua Barat.
Faktor Dejure dan Defacto dapat dijadikan faktor penentu dalam metode analisa deskriptif kualitatif untuk menilai serta menentukan integrasi wilayah kedaulatan suatu negara, wasalam. (Kgr/referensi: ensiklopedia bebas)
Porter : an, infantri
Editor: Vullmembers Alampa