HUBUNGAN KEHIDUPAN HARMONIS  ORANG ASLI PAPUA DENGAN LELUHUR  DIPUTUSKAN ATAU DIHANCURKAN OLEH MISIONARIS ASING, GEREJA  DAN PENGUASA KOLONIAL  MODERN INDONESIA

0
248
Gembala DR. A.G. Socratez Yoman

Gembala DR. A.G. Socratez Yoman

Ada dua bangsa asing yang menghancurkan dan memutuskan hubungan harmonis antara generasi Orang Asli Papua dengan leluhur kami, yaitu: Misionaris Asiang dan Penguasa Kolonial Modern Indonesia.

  1. Misionaris Asing/Gereja

Penduduk Orang Asli Papua hidup tanpa pijakan atau sandaran hidup. Karena para misionaris asing, gereja dan penguasa kolonial Indonesia datang memutuskan dan menghancurkan hubungan kehidupan harmonis antara leluhur dengan generasi penerus Penduduk Orang Asli Papua. OAP dipindahkan ke alam berpikir orang lain, sejarah orang lain, budaya orang lain, bahasa orang lain, ideologi orang lain, nasionalisme orang lain, dan kami dicabut dari seluruh akar kebudayaan kami.

Misionaris asing atau gereja membawa Kekristenan mereka, Alkitab dan Salib dan mengatakan kepada Orang Asli Papua bahwa semua yang kami miliki itu jahat, itu dosa, itu kafir, itu tidak kudus, itu berhala, itu tidak diterima oleh TUHAN dan itu melawan Allah, itu semua dari Iblis.

Misionaris asing atau gereja mengajarkan bahwa leluhur Orang Asli Papua itu tidak mengenal Tuhan, hidup dengan Iblis, tidak tahu kebenaran, tidak kenal kedamaian, tidak ada keadilan, dan selalu hidup bermusuhan. Leluhur Orang Asli Papua dikafirkan, dan direndahkan martabat kemanusiaan mereka, dilabelkan penyembah berhala. 

Misionaris asing dan Tuhan yang mereka percaya dikurung dalam gedung ibadah, dengan mata tertutup dan kepala tertunduk, di suruh melihat Allah ada di langit dan Allah dibuat ada jauh dan dipisahkan manusia dengan Allah. Atau Allah diisolasi dalam dimensi ruang dan waktu. Kekuasaan Allah dibuat terbatas dan dibuat jurang besar atau keterpisahan Allah dengan leluhur Orang Asli Papua.

Dengan pandangan dan keyakinan seperti ini, Orang Asli Papua dibuat hidup tanpa relasi dengan leluhur dan dilumpuhkan dan dibuat hidup tanpa kekuatan dan pijakan. Kita tempatkan seperti air di atas “daun talas” yang tidak ada pegangan.

Kalau luluhur hidup tanpa Tuhan, orang kafir, tidak mengenal kebenaran, tidak tahu kedamaian, berarti kita tidak ada kehidupan sekarang ini, karena leluhur kami hidup saling membunuh dan tentu tidak ada generasi sekarang.

Tapi, ada fakta bahwa kita ada hari ini karena ada leluhur dan orang tua kita yang hebat dan hidup sebagai bangsa berperadaban tinggi dan bermartabat. Dan juga leluhur kita mengenal Tuhan sesuai dengan keyakinan mereka dan mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan cara mereka. Leluhur kita hidup bersama Allah yang memelihara dan menjaga mereka. Leluhur bersahabat dengan Allah dalam hidup mereka. Allah yang sama hidup bersama kami. Leluhur kami ada kehidupan dan mereka mempunyai segala-galanya.

Saya pinjam tulisan didinding FB saya untuk memperkuat tulisan ini sebagai contoh kehidupan leluhur bangsa Papua dari MAMBRI (SUKU BIAK).

“Mambri (suku Biak) adalah gelar buat para leluhur dari Biak Papua. Belanda menyebut Mambri (suku biak) sbagai Papoesche Zeerovers. Artinya Bajak laut papua.

Jika Berbicara Mambri (suku Biak) dizamannya, Mambri Suku biak dari Papua ini pernah jadi penguasa lautan juga daratan yang paling ditakuti oleh Bangsa asing. Mereka (bangsa asing) menyamakan Keperkasaan Mambri (suku Biak) dengan suku Viking Eropa.

Mambri (Suku Biak) telah diakui bangsa asing yang pernah datang ke tanah air Papua seperti Belanda, Jepang, dll…!! Karena Mambri mempunyai nyali dan keberanian yang sangat besar sebagai Papoesche Zeerovers ( PARA BAJAK LAUT PAPUA) saat itu.

Bahkan dalam sejarah, Mambri (suku biak) dari Papua tidak pernah tunduk, patuh dan takut pada kekuasaan manapun. Hal ini yang kemudian membuat Mambri (suku Biak) dikenal sbagai Vikingnya Papua. Sama persis dngan Viking Eropa.

Dizamannya Mambri (suku biak), tidak ada satupun bangsa asing yang masuk ke Papua untuk melakukan penjajahan, pembunuhan, perampokan ekonomi dan exploitasi Sumber daya alam dipapua. sekalipun mereka dengn kapal-kapal besar membawa senjata canggih.

Mambri (Suku Biak) sebagai Papoesche Zeerovers, tidak hanya melakukan pembajakan dan perampokan dikapal-kapal besar milik Bangsa asing tapi juga menjaga pintu masuk, Tanah air Papua. Mambri Tidak kompromi dengan Bangsa asing yang datang dan membawa misi Jahat-colonialism ke Papua.

Banyak Sejarah hebat dari suku biak yang perlu diketahui anak-anak biak (generasi sekarang).

“Orang biak, dulu hebat dan paling ditakuti bangsa asing”. Memang benar. Tapi jangan pernah jadikan sejarah2 hebat suku biak itu untuk lebih puji suku (terlalu sukuisme) dan cerita sombong ke suku-suku lain dipapua.

Sejarah hebat leluhur kita orang biak dulu harus jadi motivasi buat generasi sekarang, sadar dan bangkit berjuang bela tanah air Papua dari Bangsa asing (Indonesia) yang menjajah Papua.”

Saya selalu ambil contoh ini. Pastor Frans Lieshout, OFM, kebangsaan Belanda ini mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Penduduk Orang Asli Papua sebagai berikut.

“Saya masih mengingat masyarakat Balim seperti kami alami waktu pertama datang di daerah ini. Kami diterima dengan baik dan ramah, tetapi mereka tidak memerlukan sesuatu dari kami, karena mereka sudah memiliki segala sesuatu yang mereka butuhkan itu. Mereka nampaknya sehat dan bahagia, …Kami menjadi kagum waktu melihat bagaimana masyarakat Balim hidup dalam harmoni…dan semangat kebersamaan dan persatuan…saling bersalaman dalam acara suka dan duka…” ( Sumber: Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim-Papua, 2019, hal. 85-86).

Lebih lanjut Pastor menggambarkan kehidupan Pendauduk  Orang Asli Papua dalam buku: “Sejarah Gereja Katolik di Lembah Balim-Papua: Kebudayaan Balim Tanah Subur Bagi Benih Injil” (2009) diakui sebagai dengan tepat, sebagai berikut:

“Waktu Mr. Lorentz diberikan kehormatan untuk membagikan daging babi itu kepada para anggota rombongannya, ia sendiri mencicipi sedikit terlebihi dahulu dari daging itu; rasanya enak sekali! Tetapi tuan rumah menegur dia, ia harus membagi dulu kepada yang lain dan sesudah itu baru ia boleh makan bagian dia sendiri. (Situasi ini lucu sekali, karena orang-orang yang dianggap primitif memberikan pelajaran tentang sopan santun kepada orang asing itu. Siapakah yang sebenarnya primitif” (2009:4).

“Anggota ekspedisi sangat menggangumi masyarakat yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tinggi di bidang pertanian. Kebun-kebun dan parit-parit di dalamnya kelihatannya seperti di daerah pertanian di Eropa. Selain itu masyarakat Balim juga sangat cerdas, buktinya jembatan gantung di atas sunggai Balim yang baik dan kuat” (2009:14).

“Kami melihat sebuah jembatan gantung buatan tangan manusia. Rombongan orang Dayak meragukan kekuatan jembatan itu dan tidak berani memakainya seperti nereka biasanya kurang menghargai orang Papua. Kami menyebrangi kali itu lewat jembatan yang ternyata baik dan kuat. Kami mengagumi karya teknik mereka itu dan kebun-kebun tebu, ubi dan keladi yang sungguh terawat dengan baik. Mereka bukan manusia ‘primitif'” Kami tidak membayangkan akan bertemu manusia seperti itu….Masyarakat yang sederhana dan polos ini hidup bersama dalam suasana damai” (2009:8).

“Hampir seluruh tanah mereka adalah kebun yang dipagari dengan baik. Jalan-jalan setapak dari kampung satu ke kampung yang lain terkesan terawat rapih dan rumah-rumah mereka berkelompok dengan halaman yang bersih dan teratur” (2009:9).

Dalam keyakinan ini, dalam tulisan saya berjudul: MENGAPA PRESIDEN INDONESIA IR. JOKO WIDODO MELECEHKAN DAN MENGKHIANATI PEMILIK HAK ULAYAT TAMBANG EMAS DI MIMIKA?” menyampaikan sebagai berikut:

“Eltinus Omaleng bukan saja bupati Mimika, tetapi Omaleng adalah Pemilik Hak Ulayat yang SAH di Tembagapura.  Presiden Ir. Joko Widodo, Toto dan Ridwan Rumasukun adalah sama-sama orang pendatang yang tidak punya hak atas Tanah Mimika, terutama tambang, tapi dengan angkuh dan sombong melakukan penghinaan, pelecehan dan pengkhiatan terhadap Pemilik Hak Ulayat Tanah Namangkawi (Tembagapura).”

“Ada bahaya besar yang akan dihadapi oleh PT Freeport Indonesia, pada saat ada KESADARAN dan KEBANGKITAN dari Altinus Omaleng, Piet Magal, Yanes Natkime dan seluruh orang orang Amungme Pemilik Hak Ulayat Tanah Namangkawi menyatukan perasaan, pikiran, hati dan air mata serta penderitaan mereka, dan berbicara kepada TANAH,  alm. Tuarek Natkime dan datang kepada leluhur dan meminta kepada leluhur, ular, semut, cetak, nyamuk, cacing, pohon, batu,  rumput dan semua yang ada di TANAH NAMANG KAWi, maka murka, kutuk, malapetaka dan musibah besar di hadapi oleh PT Freeport Indonesia.”

“Anda percaya atau tidak, Anda akui atau tidak, murka dan kutuk  itu  akan terjadi dan disaksikan penguasa Indonesia, rakyat Indonesia,  Penduduk Orang Asli Papua, dan seluruh dunia. KUTUK dan MURKA itu, kita akan saksikan dan kita akan melihatnya besok pagi,  satu hari ke depan, satu minggu ke depan, satu bulan ke depan, satu tahun ke depan tergantung waktu TUHAN dan juga tergantung reaksi para LELUHUR Altinus Omaleng yang selama membisu dan diam melihat perampokan besar-besar yang terjadi di TANAH ini.”

“Kutuk, Murka, Malepetaka, dan Musibah itu akan terjadi karena Pemilik Hak Ulayat TANAH Namangkawi benar-benar dilecehkan, dihina, diinjak-injak, dimutilasi, ditembak mati, disingkirkan, dimiskinkan dan dimusnahkan. Iman saya, MURKA TUHAN itu pasti terjadi. Kita semua tunggu waktu TUHAN.”

  1. Penguasa Kolonial Modern Indonesia

Penguasa kolonial modern Indonesia juga menghancurkan dan memutuskan hubungan harmonis Orang Asli Papua dengan leluhur secara sistematis, terstruktur, terprogram, meluas masif dan kolektif.

Sejarah palsu, pahlawan asing, lagu asing, bendera asing, undang-undang asing, peraturan-peraturan asing dan semua pelajaran palsu dipaksakan untuk kami tunduk dan menerimnya. Orang Asli Papua dibuat hidup dalam kesadaran dan sejarah palsu.

Penguasa kolonial modern Indonesia mengatakan, kami orang-orang terbodoh, termiskin, terbelakang, pembuat makar, opm, separatis, kkb, teroris, primitif, dan kanibal. Semua label, stigma dan mitos palsu ini  diproduksi, dirawat dan digunakan oleh penguasa sebagai alat pembenaran untuk penindasan, penjajahan dan pemusnahan Penduduk Orang Asli Papua.

Jadi, seluruh kepalsuan dan yang asing itu menyingkirkan, menghancurkan dan memutuskan relasi harmonis generasi penerus Penduduk Orang Asli Papua dengan leluhur dan seluruh tatanan nilai beradaban rakyat dan bangsa Papua.  Ini semua kejahatan Negara yang berbasis rasisme, kolonialisme, imperialisme, militerisme dan kapitalisme.

Akhir dari tulisan ini, saya menutup dengan tulisan di bawah ini.

“Ingat, hukum TABUR dan TUAI itu akan berlangsung. KARMA itu akan terjadi.” (Muhammad Rivai Darus, SH, Jurubicara Gubernur Papua, 11 April 2022).

Doa dan harapan saya, tulisan ini memberikan pencerahan. Selamat membaca. Tuhan memberkati.

Ita Wakhu Purom, 6  September 2022

Penulis:

  1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
  2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
    3  Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
  3. Anggota Baptist World Alliance (BWA)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here