Gambar: Suasana Rapat Terbuka Pembentukan Nieuw Guinea Raad pada tanggal, 28 September 1960 di Dewan Perwakilan Rakyat Belanda (Tweede Kamer)

Oleh: Kristian Griapon, Desember  19/2021.

TOTIO,The TPN-PBNews.Com—“Berproses Menjadi Prinsif  Hukum Yang Tinggi  ‘Moral Dan Keadilan’,  Tidak Dapat Dicabut Oleh Manusia Manapun, Atas Nama Bangsa Maupun Negara”.

Pemberlakuan Undang-Undang Kerajaan Belanda untuk Wilayah Nieuw Guinea Bagian Barat (Bewindsregeling Nieuw Guinea/BNG) terhitung mulai berlaku , 1 Juni 1950. Undang-Undang ini menjadikan Nieuw Guinea Bagian Barat menjadi ‘Daerah Protektorat Koloni Negara Kerajaan Belanda’ dibawah Kekuasaan Seri Baginda Ratu Kerajaan Belanda.

Bewindsregeling Nieuw Guinea mengatur (memprotek) Hak-hak Pribumi Papua di Wilayah Geografis Nieuw Guinea Bagian Barat (zelfbesturen Landschap). Sehingga Undang-undang ini menjadi landasan hukum yang kuat terhadap prinsip moral dan keadilan yang merujuk pada pengakuan Hak-hak Eksklusif Komunal Pribumi Papua oleh Negara Kerajaan Belanda, yang tidak bisa dicabut, atau digugurkan oleh manusia manapun atas nama bangsa dan negara di dunia.

Hak-hak Eksklusif sifatnya alami dan private, tidak dengan sendririnya mendapat pengakuan, namun melalui suatu proses integrasi yang mempertemukan para intelektual nasionalis Papua, dan didukung kondisi yang memungkinkan, sehingga hak-hak eksklusif itu tercipta dan berwujud nyata demi kemajuan peradaban pribumi Papua, yang pada akhirnya mendapatkan pengakuan negara kerajaan Belanda.

Hak- hak eksklusif komunal pribumi Papua memaknai nilai-nilai hak asasi manusia yang bersifat universal dan menjadi jaminan terhadap hak pembangunan (ekonomi) dan hak menentukan nasib sendiri (politik) di Wilayah Geografis Nieuw Guinea Bagian Barat.

Hak-hak Eksklusif Komunal Pribumi Papua yang telah mendapatkan pengakuan negara kerajaan Belanda mempunyai kekuatan hukum internasional yang kuat dan berlaku di semua negara merdeka di dunia atas prinsip hukum yang tertinggi, yaitu ‘moral dan keadilan’, sehingga hak-hak eksklusif komunal pribumi Papua tidak dapat dicabut atau digugurkan oleh manusia lain, maupun bangsa lain diatas muka bumi dan menjadi warisan generasi Papua dalam menata peradabannya.

Dengan adanya Pengakuan Hak Eksklusif Komunal Pribumi Papua, secara otomatis daerah protektorat koloni Belanda Nieuw Guinea Bagian Barat berubah, atau statusnya bergeser dari daerah protektorat koloni menjadi daerah protektorat dekolonisasi, artinya sebuah ‘Wilayah Geografis’ yang dibawah kontrol dan pengawasan sebuah negara merdeka, dipersiapkan menuju kemerdekaan berdasarkan hukum internasional (Piagam Dasar PBB).

HAK EKSKLUSIF KOMUNAL PRIBUMI PAPUA, ‘HAK OTORITAS’.

Hak Otoritas, yang mendapat pengakuan Negara Kerajaan Belanda, yaitu : ‘Nieuw Guinea Raad’, lembaga Unikameral Pribumi Papua yang pembentukannya berdasarkan Azaz-Azaz Tatanegara Nederlands Nieuw Guinea, mendapat dukungan mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Tweede Kamer) Kerajaan Belanda melalui voting pada 28 September 1960, masing-masing 108 suara mendukung, 5 Suara menolak, yang terdiri dari Golongan Komunis 1 suara, Pacifistisch 2 suara, dan Partai Buruh 2 suara. Dan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Nieuw Guinea Raad disetujui oleh Senat (Eerste Kamer) tanpa voting (tanpa Pemungutan Suara) pada 10 November 1960 (Koerier Nieuw Guinea, 1960).

Nieuw Guinea Raad diresmikan pada, tanggal 5 April 1961 dengan jumlah anggota yang mewakili seluruh pribumi Papua berjumlah 28 anggota. 16 orang dipilih langsung oleh rakyat dan 12 orang diangkat oleh Governeur, diantaranya terdapat seorang (1) perempuan Papua dan lima (5) orang Eropah (pasal 72 BNG, menetapkan tentang pembentukan suatu lembaga Nieuw Guinea Raad, yang implemntasinya berdasarkan undang-undang Negara Kerajaan Belanda tertanggal, 10 November 1960)

Nieuw Guinea Raad mempunyai Hak Petisi, Hak Interpelasi, dan Hak untuk memberi nasihat tentang Rancangan Undang-Undang Belanda dan Rancangan Umum Pengelolaan Negara Kerajaan Belanda (Algemene  Maatregelen van bestuur) yang akan beraku juga di Nederlands Nieuw Guinea.

Hak Petisi (pasal 89 BNG) menyatakan. bahwa Nieuw Guinea Raad mempunyai kewenangan memajukan kepentingan Wilayah Nederlands Nieuw Guinea dan Penduduknya secara tertulis kepada pelbagai pihak yang berwajib, di tingkat dewan, dan jika diperlukan untuk mendapatkan persetujuan langsung Seri Baginda Ratu, atau persetujuan negara. Dan apabila Nieuw Guinea Raad tidak bersidang maka hak petisi dapat dijalankan oleh delegasi anggota Nieuw Guinea Raad yang ditunjuk.

Hak Interpelasi (pasal 90 BNG) menyatakan bahwa Nieuw Guinea Raad berhak memintata kepada Gouverneur memberi keterangan (penjelasan) tentang hal-hal yang berhubungan dengan Kepentingan Daerah Nieuw Guinea. Hak Interpelasi menjamin Kebebasan Nieuw Guinea Raad menyampaikan pendapat yang berhubungan dengan kepentingan negara di Nieuw Guinea, yang melibatkan wakil-wakil rakyat dan pemerintah. Dan apabila Nieuw Guinea Raad tidak bersidang maka hak interpelasi dapat dijalankan oleh delegasi anggota Nieuw Guinea Raad yang ditunjuk.

NIEUW GUNEA RAAD DIBLOKIR OLEH PEMERINTAH INDONESIA PADA MASA PERALIHAN DARI UNTEA.

Setelah pengambilalihan kekuasaan oleh badan eksekutif sementara PBB (UNTEA) dari pemerintahan kerajaan Belanda, maka Nieuw Guinea Raad menjadi tanggung jawab UNTEA, sesuai ketentuan pasal XXII dan XXIII New York Agreement, 15 Agustus 1962 tentang Hak-Hak Pengguna;

Pada tanggal, 4 Desember 1962 dalam pertemuan bersama antara Administrator PBB (UNTEA) dengan Anggota Nieuw Guinea Raad, dihadapan Administrator PBB diambil sumpah jabatan baru untuk anggota Nieuw Guinea Raad, yaitu ‘Ketua dan seluruh anggota berjanji untuk setia mendukung dan mengawasi pelaksanaan New York Agreement, 15 Agustus 1962 serta setia kepada Administrator PBB.

Pada saat peralihan kekuasaan UNTEA kepada Indonesia untuk menjalankan fungsi administrator PBB berdasarkan New York Agreement, 15 Agustus 1962, maka peran dan fungsi Nieuw Guinea Raad beserta partai-partai politik yang menjadi alat kelengkapannya, yang telah diambil sumpah oleh United Nations Temporary Executive Authority(UNTEA) untuk mengawal pelaksanaan New York Agrement, 15 Agustus 1962 dinonaktifkan (diblokir) oleh Indonesia, negara anggota PBB yang menjalankan fungsi PBB berdasarkan resolusi PBB 1752 (XVII), 20 September 1962.

“Pemblokiran Nieuw Guinea Raad beserta alat kelengkapannya oleh pemerintah Republik Indonesia, adalah bentuk penyimpangan terhadap Hak-Hak Pengguna berdasarkan ketentuan pasal XXII dan XXIII New York Agreement, 15 Agustus 1962. Hal tersebut dilakukan oleh Indonesia negara anggota PBB yang seharusnya berpegang teguh pada prinsip netralitas, sehingga tidak tejadi penyelewengan terhadap hak-hak eksklusif komunal pribumi Papua, yang telah diratifikasi kedalam klausula New York Agreement, 15 Agustus 1962”, wasalam. (Kgr)

Penulis adalah: Aktivis Pemerhati Masalah Papua

Editor : Vulmembers Alampa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here